
Wakil Gubernur terpilih DKI Jakarta Sandiaga Uno, Kamis (3/8/2017) tersenyum ketika diminta untuk menanggapi sindiran Menteri Perikanan Susi Pudjiastuti terkait kebijakan impor garam. Rabu kemarin, Sandiaga mengatakan pemerintah pusat harus segera memikirkan solusi jangka panjang guna mengatasi kelangkaan garam.
Dia menilai, sangat aneh bahwa Indonesia harus mengimpor garam padahal Indonesia memiliki laut yang luas untuk dimanfaatkan.
Netizen lalu menyampaikan pernyataan Sandiaga itu kepada Susi. Susi pada gilirannya menanggapi dengan mengatakan Sandiaga harusnya bertanya kepada kawan-kawannya yang merupakan para importir garam mengapa hal itu bisa terjadi.
Terhadap balasan Susi itu, Sandiaga meyakini bahwa Susi sedang menyindir kawan-kawannya, bukan dirinya.
"Jadi Bu Susi itu maksudnya menyindir bahwa pengusaha selama ini, mana tuh, banyak kawan-kawan saya, kenapa nggak dibangun industrinya," kata Sandiaga saat ditemui di Yayasan Putra Fatahillah Jalan Kramat Sentiong Gundul, Jakarta Pusat, Kamis.
BACA JUGA : Akibat Salah Paham, Tukang Servis Televisi yang Hendak Sholat Malah Dibakar Hidup-hidup di Bekasi
Ia mengatakan, memang banyak kawannya yang memilih menjadi importir garam dibanding membangun industri garam di dalam negeri. Menurut Sandiaga, penolakan Susi terhadap impor garam merupakan bentuk dukungan dan perlindungan Susi terhadap para petani.
Ia mengatakan, pernyataannya soal impor garam kemarin merupakan upaya membangun diskursus.
"Saya percaya high quality level diskursus yang mencerdaskan," kata Sandiaga.
Jadi bagaimana membangun garam dalam negeri seperti yang dipikirkan Sandiaga Uno? Berikut ada tulisan menarik soal garam.
Status agak serius tentang GARAM. Supaya tidak lagi nyinyir karena kurang wawasan. Mosok gara-gara ada pilihan import garam, lalu mengeluh, “Luas wilayah Indonesia 2/3 nya adalah laut, kenapa import garam?”
Apa hubungannya produksi garam dengan luas laut? Memangnya menambang garam itu di laut? Kalau hubungannya dengan panjang pesisir pantai, masih diterima logika. Komplain kok logikanya amburadul.
0 comments:
Post a Comment